Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger


Fast Track Solusindo

Fast Track Solusindo
Rent Car

Selasa, 02 November 2010

Rembulan Cinta

By : Moch. Salamun Hendrawan, S.Psi, C.NLP, C.Ht

Untuk mengetahui seberapa banyak cinta yang kita berikan. Kita jarang memperhatikan kemampuan kita untuk menerima cinta. Berapa pun banyak cinta yang datang, bila gelas kita terlalu kecil, cinta itu akan luber sebelum lubuk terdalam pada keberadaan kita merasakannya. Berlatihlah untuk meluaskan gelas batin untuk mewadahi aneka pikiran, perasaan dan sensasi. Seorang penyair berkata : 

Matahari adalah sirup, rembulan adalah gelasnya. Tuangkan matahari ke bulan bila kau ingin meminumnya. Minum sirup ini bisa baik atau buruk jua. Mengapa tak meminumnya saja, karena diri kita haus.

Berikut sebuah cerita, bagaimana kita kadang menerima cinta :
Suatu hari, seorang murid dari sang bodoh-arif mullah nasruddin yang ternama mengunjunginya di rumah. si murid mengira sang mullah akan berperilaku aneh, maka dia diam "tak beraksi". Guru spiritualnya yang lain pernah menasihatinya, "Jika engkau bereaksi tanpa sadar, berarti saat itu engkau tak mendapat pelajaran."


Ketika sang Mullah membukakan pintu, dia sangat senang melihat muridnya.
"Sahabatku! saat yang tepat ... bantulah aku mengambil air dari sumur! ambil embernya, dan ikut saya!"
Si murid mengikuti sang Mullah ke sumur dan diam saja melihat sang Mullah menimba air dalam sumur, lalu menuangnya ke dalam ember yang dipegang si murid. "Tak masalah,"pikir si murid.
Sejenak kemudian, si murid mendapati bahwa embernya tak kunjung penuh. Apakah embernya bocor?Lantas, dia memeriksa bagian bawah embernya. Embernya ternyata berlubang cukup besar, sehingga hampir seluruh air yang sang Mullah tuangkan ke dalamnya keluar.
Hal ini berlangsung selama beberapa saat, dan akhirnya si murid tak kuasa menahan diam, lalu berseru dengan rasa jengkel:
"Mullah, engkau bodoh sekali ! Tidakkah engkau lihat embernya bocor!"
"Sahabatku,"timpal sang Mullah,"Aku hanya melihat bagian atas ember. Lantas, bagaimana cara mengatasi kebocorannya?"
Sang mullah berperilaku sesuai dengan cara pikirnya sendiri yang keterlaluan, dan banyak diantara kita pun bertindak seperti itu. Kita kelewat sibuk untuk memperhatikan seberapa tepat perilaku kita sekarang, sehingga tidak tahu bagaimana selama ini kita mennggunakan apa yang telah kita miliki. Cara pikir ini mengisyaratkan bahwa makin banyak, tak pernah berarti cukup - baik menyangkut cinta, pengetahuan atau harta - karena ember kita berlubang amat besar.
Barangkali sekarang kehidupan sedang menyeru anda untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan : bagaimana saya menerima cinta, persahabatan dan semua pemberian? Apakah saya menghitung berapa banyak lagi yang bisa saya terima, atau apakah terlintas dalam pikiran bahwa ada bagian dari saya yang tak pernah merasa puas? Tidakkah ember saya bocor? Jalan kalbu ini mengingatkan kita bahwa segala sesuatu yang baru, termasuk cinta baru yang mendalam, melibatkan aktivitas-aktivitas memberi dan menerima, menahan dan lepas, memancarkan dan memantulkan

Semoga kita dapat memahami hikmah dari seorang murid dan guru tersebut. Agar kita bisa terus memperbaiki diri kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Total Pengunjung